Halaman

Sabtu, 03 Maret 2012

Kebahagiaan Yang Tertunda

Ketika aku bertanya pada dunia, 'mengapa aku dilahirkan jika ku hanya menyusahkan? Jika aku hanya melihat senyuman palsu yang menyembunyikan air mata? Jika aku hanya diam seperti patung yang sudah retak?' Lalu dunia menjawab, 'Kesucian hati murni akan menjawab segalanya'.

****

Perkenalkan, namaku Alyssa. Aku adalah anak termalang di dunia. Walau aku memiliki fisik yang utuh, namun tangan dan kakiku tak dapat bergerak. Bahkan aku bisu. Suaraku tak dapat keluar. Dan kutukan ini sudah divonis permanen.

Kutukan ini bermula ketika ibu memeriksa kandungannya. Setelah ibu keluar dari rumah sakit dan menuju perjalanan pulang bersama ayah, sebuah mini bus melaju dengan kencang kearah ayah dan ibu. Ayah dengan spontan membanting stir dan menabrak sebuah pohon. Perut ibu terbentur suatu benda keras yang membahayakan kandungannya. Lalu warga sekitar membawa  ayah dan ibu kerumah sakit. Ayah mengalami luka berat yang mengharuskan ayah untuk di opname. Dan ibu, ibu hanya mengalami luka kecil. Kandungan ibu pun selamat. Namun, kecelakaan tersebut mengakibatkan anak yang ada dikandungan ibu mengalami cacat permanen. Yaitu aku.

Ada dua pilihan yang diberikan dokter kepada ibu. Menggugurkan kandugannya atau mempertahankannya walau harus menerima kenyataan pahit. Dan ibu lebih memilih mempertahankan kandungannya. Aku mengerti. Itu karena ibu sulit untuk mengandung dan aku adalah anak pertamanya. Namun kalau aku harus menjalani hidup seperti ini, aku lebih memilih mati.

Setiap aku pergi keluar rumah--entah itu ke sekolah atau berobat--banyak orang yang menatapku. Dari tatapan mereka aku melihat bahwa mereka memiliki simpati kepadaku--atau lebih tepatnya merasa kasihan padaku. Aku benci melihatnya. Aku tak suka dikasihani. Dan aku benci semua ini!! Akibat tatapan mereka, aku memilih untuk berhenti sekolah dan tak mau keluar rumah lagi.

Cuaca kali ini sangat bersahabat denganku. Awan yang gelap serta air hujan yang turun membahasi seluruh sudut kota. Lambang kesedihan yang teramat menyedihkan. Kadang aku berfikir, apa yang membuat awan menangis? Apakah dia semalang aku? Apakah dia lumpuh? Apakah dia bisu? Apakah dia selalu sendiri? Apakah dia juga merasa tak berguna seperti aku? Atau memang dia diciptakan untuk selalu menangis? Untuk menghinaku? Atau menemaniku? Aku yakin, takkan pernah ada yang bisa menjawab pertanyaan yang hanya ada dalam batinku.

Aku menatap keluar jendela. Melihat percikan air yang jatuh ke permukaan tanah. Diluar gerbang, ada anak kecil memakai baju lusuh yang basah berlari sambil tertawa. Lalu disusul temannya yang--kurasa--sedang mengejarnya. Mereka tertawa diatas kesedihanku. Aku merasa iri. Kapan aku bisa seperti mereka, tertawa di bawah hujan yang indah.

Ibu--yang sedari tadi berada dipintu kamarku--menghampiriku. Beliau berlutut dihadapanku dan membelai rambutku. "Sayang, apakah kau lapar? Mau ibu ambilkan makanan?"

Aku menggeleng.

Ibu menghela nafas. Dan menatap keluar.

"Kau ingin seperti mereka? Berlari dibawah hujan sambil tertawa bersama temannya?"

Aku tak mengerti mengapa ibu selalu bisa membaca pikiranku. Mungkin memang benar yang sering dikatakan orang, ikatan batin ibu dan anak sangat kuat.

"Kau tahu, mereka lebih malang darimu. Mereka tak memiliki rumah. Bahkan mungkin mereka sudah tidak memiliki orang tua lagi. Mereka sering sekali menangis ketika mereka sudah tidak mampu menahan air matanya. Mereka selalu berdoa untuk bahagia. Dan sekarang, mereka diberi kesempatan oleh Tuhan untuk tertawa, untuk bahagia. Dan kau tahu, suatu saat nanti kebahagiaan itu akan datang padamu. Percayalah,"

Aku percaya pada ibu. Tapi kapan? Kapan kebahagiaan itu datang padaku? Kapan doa ku akan terkabul? Aku tak banyak meminta, aku hanya ingin dapat berjalan, menulis, berbicara, dan lain sebagainya. Aku ingin hidup seperti manusia pada umumnya.

"Oh iya, nanti malam Lulu dan orang tua nya akan disini. Dan kemungkinan besar, Lulu akan menginap disini." Ibu tersenyum.

Lulu adalah sepupuku. Dia masih berusia 5 tahun. Dia satu-satunya anak kecil yang mau berteman denganku. Walaupun aku tak pernah membalas ucapannya, walaupun aku tak pernah ikut bermain boneka dengannya, walaupun aku tak bisa mengajaknya bernyanyi. Aku sayang Lulu.

"Lebih baik sekarang kau istirahat. Dan tampil cantiklah nanti malam, untuk menyambut kedatangan Lulu," Ibu mengecup dahiku. Beliau membawaku ketempat tidur. Dan membiarkan aku sendiri dikamar ini.

****

Malam ini tampak lebih cerah dibanding tadi siang. Bahkan dilangit pun ada banyak bintang yang menghiasi malam. Aku ingin bintang itu mengabulkan permohonanku.

Terdengar bunyi klakson diluar gerbang. Lalu Pak Dudung--satpam dirumahku--membuka gerbang rumah. Sebuah mobil memasuki halaman rumahku. Dan berhenti didepan pintu rumahku.

Pintu mobil pun terbuka. Terlihat sepatu merah keluar dari dalam mobil. Lalu dia melompat untuk menyentuh tanah. Seseorang anak kecil berbaju model babydoll berwarna merah yang rambutnya dikuncir dua tersenyum kearahku. Bersama bonekanya yang lucu dia berlari mengampiriku lalu memelukku. Dia melihatku. Aku hanya bisa membalas tatapannya dan tersenyum. Dia balas tersenyum. Senyumannya sangat manis, lebih manis dibanding lolypop.

Lalu seorang wanita dan seorang pria turun dari dalam mobil. Wanita tersebut tampak anggun dalam balutan gaun mewah berwarna hijau yang dihiasi dengan permata dilehernya. Pria tersebut juga tampak gagah dengan jas hitamnya.

"Assalamu'alaikum, Pak Zidan dan Bu Lily," kedua orang tersebut menunduk memberi hormat pada ayah dan ibu.

"Wa'alaikum salam, Pak Titan dan Bu Ninsy" Ayah dan ibu ikut menunduk memberi salam. Aku hanya tersenyum.

Pak Titan dan Bu Ninsy adalah Om dan Tanteku. Orang tua Lulu. Pak Titan adalah adik dari ayahku.

"Oh, inikah Alyssa? Kau tampak cantik sekali malam ini," Tante Ninsy memujiku. Membelai rambut lurusku.

Aku hanya bisa tersenyum. Hanya itu yang bisa kulakukan selama ini.

"Lulu, kau sudah mencium tangan Om dan Tante mu?" Om Titan menegur Lulu. Anak manisnya.

Lulu menoleh kebelakang. Menatap orang tuaku. Lalu mencium tangan ayah dan ibu.

"Anak yang manis. Ayo masuk Pak, Bu," komentar ayah.

"Terima kasih, Pak."

Kami semua masuk. Aku memperhatikan cara berjalan Om Titan, Bu Ninsy, dan Lulu. Aku rasa mereka kelelahan. Mungkin mereka habis menghadiri suatu pesta.

Kami memasuki ruang makan. Di meja makan sudah ada makanan yang menggoda selera. Ayah, Ibu, Om, Tante, dan Lulu duduk di kursi makan. Aku dibawa ketempat kosong yang memang sudah menjadi tempatku.

Kami memulai acara makan malam kami. Keluarga kami memiliki gengsi yang sangat tinggi. Sehingga kami harus memperhatikan adab dalam hidup, termasuk adab makan dan minum. Selama makan malam berlangsung, tak ada satu orang pun yang berbicara. Aku makan dibantu oleh Mba Rini, orang yang dipercaya ibu untuk membantu mengerjakan pekerjaan rumah. Dan untuk beberapa waktu, Mba Rini juga mengurusku.

Setelah makan selesai, orang tua ku dan om-tante berbincang-bincang. Cukup lama sehingga aku merasa mengantuk. Pukul jam 9 malam Om Titan dan Tante Ninsy pamit pulang. Namun Lulu tetap dirumahku untuk menginap.

"Kamu baik-baik ya sayang, jangan berbuat ulah," Tante Ninsy mencium kening Lulu. "Iya, mah," Lulu tersenyum. Lalu Om Titan dan Tante Ninsy masuk ke dalam mobil. Mesin mobil itu menyala lalu beberapa saat setelah itu mobil yang dikendarai Om Titan melaju perlahan, keluar dari gerbang, dan menghilang.

Kami berempat masuk ke dalam rumah.

"Baiklah Alyssa dan Lulu, sudah waktunya bagi kalian untuk tidur. Ayo kita ke kamar," Ibu mendorong kursi rodaku secara perlahan. Lulu mengikutiku sambil memegang tanganku. Ibu membuka pintu kamar dan kembali mendorong kursi rodaku. Ibu membantuku berganti pakaian tidur. Kebalikan dari Lulu, dia mengerjakannya sendiri. Aku merasa malu, aku 8 tahun lebih tua darinya. Tapi dia dapat mengerjakan semuanya sendiri, tidak seperti aku yang mengerjakan apapun harus selalu dibantu. Ini benar-benar memalukan.

Lulu melompat ke tempat tidur lalu berbaring bersama bonekanya. Ibu masih setia membantuku untuk berbaring di atas tempat tidur. Dan ibu mengangkat selimut sampai menutupi leherku dan Lulu.

"Kalian berdua tidur yang nyenyak ya. Lulu, jagain kak Alyssa ya,"

'Harusnya aku yang menjaga Lulu. Bukan Lulu yang menjagaku!' bentakku dalam hati.

Ibu mencium keningku dan Lulu, mematikan lampu kamar, dan menutup pintu.

Beberapa saat setelah itu, suasana menjadi sepi. Kurasa Lulu sudah tertidur. Dan kurasa seisi rumah pun sudah tertidur. Namun entah mengapa malam ini aku sulit untuk memejamkan mata. Rasa kantukku mendadak hilang sekarang. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku benar-benar merasa bosan.

Namun tiba-tiba aku mencium bau tak sedap.

'Seperti bau api.'

Perasaanku tidak enak. Entah apa yang terjadi diluar sana. Aku melihat kearah pintu. Aku melihat dengan samar warna merah menyala.

'Kebakaran?'

Aku takut. Sama sekali tak terdengar suara teriakan diluar sana.

'Mungkin hanya perasaanku saja.'

Aku mencoba untuk menjernihkan pikiranku. Aku berusaha untuk lebih tenang dan mencoba untuk tidur. Namun, tak sampai 5 detik aku terpejam, aku mendengar suara teriakan Mba Rini. Aku terkejut dan langsung melihat keluar pintu. Kini warna merah itu semakin jelas dan semakin besar.

'Ini memang benar-benar kebakaran.'

Aku panik. Benar-benar terjadi kebakaran dirumah ini. Suara teriakan ayah dan ibu pun terdengar. Asap pun kini mulai masuk ke kamar ku. Aku terbatuk. Aku menoleh ke kiri, dan ada Lulu disana.

Oh tidak, aku dan Lulu terjebak disini. Lulu tak mungkin dapat membawaku keluar. Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan?!

Aku benar-benar panik. Pikiranku kacau. Aku benar-benar tidak bisa berpikir.

Aku mencoba bangkit dari tidurku. Kini aku dalam posisi duduk. Lalu aku berdiri dan langsung menggendong Lulu. Api semakin membesar dan kini sudah membakar sebagian tembok kamarku.

Aku membuka kunci pintu dan melihat keluar. Mencari jalan untuk keluar dari rumah ini.

Ternyata api sudah membakar seluruh ruang tamu. Ini lebih dari dugaanku. Aku mencoba bergerak sambil tetap menggendong Lulu. Aku mencoba untuk mencari jalan yang belum terkena api. Aku jalan perlahan. Namun sebuah lukisan yang terbakar jatuh tepat didepanku. Aku terkejut dan langsung menghindar. Aku benar-benar dalam bahaya besar.

****

"Ayah, gimana ini?! Alyssa saa Lulu masih didalam? Oh Tuhan, tolong selamatkan mereka!" Ibu panik. Ia benar-benar tak bisa berhenti bergerak.

"Aku juga tak tahu, Bu. Kita terlalu panik dan langsung berusaha menyelamatkan diri masing-masing, sampai melupakan anak dan keponakan kita sendiri." Ayah mencoba memadamkan api dengan air dan dibantu warga sekitar yang sudah datang untuk memadamkan api.

"Ya Allah, ibu macam apa aku ini?" Ibu menangis. Beliau benar-benar menyesal dan merasa bersalah. "Ya Allah, ambil saja nyawaku, tapi selamatkanlah Alyssa dan Lulu,"

Lalu, terlihat sebuah bayangan keluar dari pintu rumah. Bayangan tersebut seperti bayangan seorang remaja menggendong seorang anak kecil.

"Lulu? Alyssa?!!" Ibu berteriak. Membuat ayah langsung menatap ibu dan berpaling kearah apa yang dilihat Ibu. Ayah kaget. Ia tak bisa berpikir. Dan spontan membuang ember lalu berlari ke arah bayangan itu.

Ayah menghampiriku. "Alyssa? Lulu? Kalian tidak apa-apa?" Ayah panik. "Aku tak apa," Ia melihat keadaanku dan Lulu. Aku menyerahkan Lulu pada ayah. Dan langsung terjatuh...

****

Aku membuka mataku perlahan. Butuh waktu beberapa saat bagiku untuk dapat menyesuaikan pandanganku dengan sinar disekitarku.

"Alyssa?"

Terdengar sebuah suara di dekatku.

Kini mataku benar-benar terbuka.

"Aku..dimana?" Aku mencoba duduk. Bangkit dari posisi tidurku.

"Kamu dirumah sakit, sayang," Ibu membelaiku.

Aku mencoba menjernihkan pikiran. Lalu tersadar akan sesuatu.

"Bu, Lulu mana? Apa dia baik-baik saja?!" Aku panik. Dan mengguncang tubuh ibuku.

Ibu tersenyum sesaat. Tenang saja sayang, dia baik-baik saja," Ibu membelai rambutku.

"Mana dia sekarang?" aku mencarinya. Hanya ayah dan ibu yang kulihat disini.

"Lulu disini, kak," Terlihat seorang anak kecil melompat-lompat didepan kasurku. "Lulu?! Kamu tidak apa-apa?!" Aku menggapai Lulu, dan langsung memeluknya. "Lulu tak apa-apa kak. Kakak sendiri?" Lulu balik bertanya. "Kakak tak apa, selama kamu juga tidak apa-apa," aku memeluknya lagi.

"Alyssa," Ayah memanggilku. "Selamat ya," ayah tersenyum.

"Selamat? Untuk apa?" aku bingung.

"Kau masih belum menyadarinya?" Ibu bersuara. Kini semua menatapku. Aku mencoba berpikir sejenak. Untuk menyadari 'sesuatu' yang dimaksud ibu dan ayah.

"Aku tak mengerti,"

Lulu tersenyum. Lalu memegang tanganku. Aku melihat tanganku. Dan langsung menyadarinya.

"Tanganku? Bergerak? Kaki ku dapat digerakkan!? Suara ku keluar?!" Aku benar-benar bingung.

"Iya, semenjak kejadian tadi malam. Kutukan itu hilang Alyssa. Kau dapat membuat yang tidak mungkin menjadi mungkin." Ayah tersenyum.

"A..Aku.." Aku masih bingung. Aku menatap tangan dan kakiku, lalu menggerakan keempatnya.

"Kebahagiaan datang padamu, Alyssa. Keajaiban menghampirimu. Doamu terkabul." Ibu mengeluarkan air matanya.

Aku...

Walaupun aku masih tak mengerti, namun aku bersyukur. Aku sangat bahagia. Aku dapat merasakan kehidupanku yang normal. Aku dapat melanjutkan sekolahku. Aku dapat keluar rumah tanpa harus melihat rasa kasihan dari orang-orang. Aku...Aku benar-benar beruntung.

Tuhan, terima kasih telah mengabulkan doaku. Engkau memang Maha Sempurna dan Maha Mengabulkan. Engkau memberiku kesempatan untuk bahagia, untuk dapat tertawa bersama mereka yang ku cinta, Engkau memberiku kesempatan untuk menggapai cita-citaku yang tak dapat ku gapai jika kutukan itu masih melekat ditubuhku. Terima kasih, Ya Allah. Engkau adalah segalanya bagiku. Memang benar, kesucian hati murni dapat menjawab segalanya.

Selasa, 21 Februari 2012

Dia Malaikatku


"Woy, De! Bengong aja! Ntar kesambet loh!" Rara menepuk pundakku. Aku tersentak. "Ra, lu tuh bisa ga sih gausah ngagetin? Bisa jantungan gua temenan sama lo!" Aku membentaknya. "Ampun, De! Jangan marah. Abis lo diem aja daritadi! Gue kan cuma gamau temen gue kesambet siang bolong gini!" Rara membela dirinya lalu membuang muka. "Iyaiya Rara ku yang cantikkk...gausah ikutan ngambek!!" Rara melebarkan ibu jari dan telunjuknya membentuk sebuah pistol dan menempelkannya di bawah dagunya. "Ish, apaan sih lo! A-lay!" aku menjulurkan lidah. "Thanks yang lebih,"

Aku langsung menatap Rara.

 "Eh lo napa sih daripagi dieemm aja ngeliatin langit mulu! Lagi mikirin gue?" Rara ikut bersandar di daun jendela bersamaku.

"Astagfirullahal adzim..Dosa apa gue sampe mikirin lo? Mendadak kafir gue!"

"Ya gausah segitunya juga kali, De." Rara cemberut. Menandakan bahwa ia marah padaku.

 "Ampun cintaah.." Aku memeluknya. "Lepasin aku rafa!" Ia mengibaskan tangannya. "Ish males bener. Korban ccc lu,"

"Serah dah mau korban ccc kek, mau korban dewa kek, amira kek, bodo amat! Jawab dulu pertanyaan gue!" Rara menyikutku. "Aw, sakit, Ra!" aku mengelus lenganku. "Bodo,"

"Emang lo nanya apaan?" tanyaku polos.

Rara menarik nafas. Mengepalkan tangannya. Aku rasa sebentar lagi dia akan menyerangku dengan kata-katanya.

"De, lo itu minta di gampar ya?! Mau pake tangan kanan atau tangan kiri?! Hah?!"

"Mau dund digampar~"

"Serius nih?"

"Eh eh, canda kaliii...Lu napa si? Emosian bener. Lagi dapet?"

"Dapet duit gue mau! Kalo bukan karna sahabatku tercinta ini, gabakal gue emosi!"

"Ampun bang! Hahaha.."

"Gausah tawa! Udah jawab aja kek!!"

Aku diam. Kembali menatap langit. Dan menarik nafas panjang.

"Ra, kalo ngeliat lagi, gue jadi inget sama seseorang. Gue bisa ngebayangin mukanya. Seseorang yang jauh dari jangkauan gue,"
"De, lo suka sama cowo?! Siapa?!" Rara berteriak. Membuat teman-teman sekelasku langsung menatap ke arah kami. "Ah, engga. Gausah di peduliin!"

Aku menarik Rara menjauh dari kelas.

"Lo apa-apaan sih, Ra?! Gara-gara lo kita jadi pusat perhatian!" desahku. "Sorry, sorry. Reflek, De." Rara menghentikan pembicaraannya. "Eh tapi serius ada cowo yang lo suka?" Rara menatapku.

"Rara Riesta Ayu, harus gitu ya kalo mikirin seseorang itu berarti mikirin cowo?! Suka sama cowo?!" aku mengucapkannya dengan nada tinggi.

"Aries Gishel Nada, gue kan cuma nanya! Kalo emang bukan, ya gausah nyolot dong!" Rara melipat tangannya.
Aku menghentikan langkahku. Terdiam sejenak.

"De?" Rara mengibaskan tangannya tepat di depan wajahku.

"Ra, ke halaman belakang yuk!" aku kembali menarik tangan Rara.

"Woy, De. Selaw dongg!!"

Aku menarik Rara menyusuri koridor menuju halaman belakang sekolah. Halaman belakang sekolah kami selalu sepi. Jarang ada siswa yang berkunjung ke sini. Itulah alasan mengapa aku mengajak Rara ke sini.

Aku melepaskan genggamanku dari tangan Rara.

"Lo ngapain De ngajak gue kesini?"

Aku merebahkan tubuhku. Melipat tanganku dan menjadikannya seperti sebuah bantal. "Nyari tempat sepi,"

"Ngapain lo ke tempat sepi? Pengen mojok?" berbagai macam pertanyaan Rara menyerangku.

"Banyak nanya lo! Ga pegel tuh diri terus?"

"Pegel sih," Rara menundukkan tubuhnya, melipat kakinya kesamping.

Aku melihat langit. "Mending lo ikut rebahan kayak gue, Ra. Sambil ngeliat langit. Enak loh, serasa ada dimana gituu.." pandanganku sama sekali tidak berubah. Terfokus pada satu awan.

Rara menatapku bingung. Awalnya dia diam. Seperti sedang memikirkan sesuatu. Mungkin sedang mempertimbangkan, jika dia ikut rebahan denganku apakah seragamnya akan kotor?

Namun akhirnya dia berubah posisi dan ikut rebahan sepertiku.

"Iya juga sih, De. Tiduran sambil ngeliatin langit kayak gini enak juga. Apalagi di bawah pohon rindang kayak gini, sejuk banget ya." dia menghentikan ucapannya. "Jarang banget di Jakarta ada yang begini," lanjutnya.

"Curhat, Ra?"

"Lo mah, De! Giliran gue serius aja malah digituin!!"

"Hehe,"

Aku diam.

"Ra, kalo lo inget nama gue, apa yang lo pikirin?"

"Aneh. Jelas-jelas nama panjang lo 'Aries Gishel Nada', eh di panggil Dede. Nyambung darimana coba? Kenapa ga dipanggil Aries aja? Atau Gishel? Atau bisa juga---"

"Itulah spesialnya, Ra." aku memotong ucapan Rara.

"Hah? Maksudnya?" Rara tampang bingung.

"Lo tau ga siapa yang kasih nama itu?"

"Orang tua lo kan?"

"Bukan. Tapi kakak gue."

"Kakak?" Rara membalikkan badannya, menghadap ke arahku. Dan aku tetap diam.

"Lo punya kakak, De?"

"Ya, kakak yang udah bikin gue tetep bertahan hidup sampe sekarang. Walau harus menukar nyawanya, demi gue---"

****


Ueekkk...

"Mah, mamah kenapa?" Nada mendekati mamahnya.
"Gatau nih, Nad. Akhir-akhir ini mamah mual terus. Ueeekkk..."
"Jangan-jangan ......""Jangan-jangan apa?"
"Jangan-jangan Nada mau punya dede kali mahh.." Nada bersorak senang.
"Ah jangan ngaco kamu!"
"Ihh serius! Coba mamah periksa deh ke dokter. Siapa tau aja bener!"
"Iya juga sih ya, yaudah deh besok mamah ke dokter."

****

Nada berdiam diri menatap derai hujan yang turun di luar sana. Diam dengan tatapan kosong. Lalu sebuah mobil berhenti tepat di depan pagar rumahnya. "Mamah!" Nada pun keluar membawa payung.

Mobil itu memasuki halaman rumah. Seorang wanita turun dari mobil. Dan Nada pun membuka payungnya lebar-lebar.
"Ayo Mah sini!" wanita tersebut ikut berlindung dibawah payung yang di bawa Nada.

Nada dan Mamah nya masuk ke dalam rumah. Dan duduk diruang tamu.

"Bentar ya mah Nada ambilin minum dulu!" Nada berlari ke dapur mengambilkan air minum untuk mamahnya.
"Nih mah," Nada kembali dan menyodorkan air putih yang dibawanya.

Mamahnya meminum air putih tersebut. Nada menatap ibunya penuh harap.
"Lalu?"
"Gimana mah hasilnya?"
"Iya nih, mamah hamil 3 bulan,"
"Yeaayy!!!" Nada bersorak gembira. "Berarti Nada mau punya dede dong?"
"Iya, sayaang.."
"Yes!"

Nada yang sudah berumur 10 tahun sangat gembira mendengar kabar itu. Dia sangat menantikan kehadiran dedenya.


Di sekolah, Nada menceritakan tentang kehamilan ibunya pada sahabatnya, Shinta. Nada bercerita dengan penuh semangat.

"Cieee yang mau punya adee...eh iya, kamu pengennya cewe apa cowo?" Shinta menyenderkan kepalanya di tangannya.
"Hmm..terserah sih. Cewe-cowo mah bagi aku sama aja, haha,"
"Seneng banget kayaknya,"
'Iya dong, jadi kan aku engga sendirian lagi dirumah," Nada tersenyum lebar.
"Yaiya si, tapi punya adek itu repot banget! Disuruh bikin susu lah, di suruh jagain adek lah, belom lagi kalo adeknya nyebelin! Aku sih lebih miliih jadi anak tunggal!"
"Ya itu sih kamu, bukan aku. Aih, ga sabar nunggu kehadiran adikku,"
"Iya deh terserah kamu, aku mah iya aja,"
"Nah gitu dong. Hahahaha,"

****

Bu Rossa memeriksa kandungannya. Bu Rossa pun di USG. Dan ketika Bu Rossa kembali ke rumahnya, "Mamaaahh...dede nya cewe apa cowo?' Nada langsung menyerang Bu Rossa. "Aduh Nada kamu tuh ga sabaran banget sih, hahaha.. Dedenya cewe sayang," Bu Rossa membelai rambut halus Nada. "Cewe? Berarti sama kayak Nada dong. Mah nanti dede namanya Aries Gishel ya mah,"
"Udah pasti bintangnya Aries?"
"Kalo menurut perhitungan Nada sih begitu,"
"Anak pintar," Bu Rossa mengusap kepada Nada, mencium keningnya, lalu memeluknya.

****

5 bulan kemudian

"Ayoo pah kerumah sakit..Mamah udah gakuatt..." Bu Rossa menggenggam lengan suaminya sangat keras. "Iya bentar Mah, kita ke mobil dulu," Pa Sandy merangkul istrinya sampai ke mobil. "Biar Nada yang kunci rumah pah," Nada mengambil kunci lalu mengunci pintu.

Namun diluar dugaan, ketika Pa Sandy dan Bu Rossa menyebrang, sebuah mobil dengan kecepatan yang sangat kencang melaju ke arah mereka. "Aaaaaaaa........." Namun ada yang mendorong Pa Sandy dan Istrinya. Mobil itu menabrak tanpa peduli siapa yang ditabrak. Namun mobil itu sama sekali tidak berhenti. "Nadaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa........................." Pa Sandy langsung menghampiri Nada.

"Nada kamu gapapa Nak? Kamu..kamu masih hidup kan?!" Pa Sandy sangat  panik dan khawatir.
"Nad..Nada..gapa..pap..pa Pah..pap..a..baw..wa..mama..ker..rumah sak...it..aja...dulu...akk..kasi..an..mamah..pah.."
Pa Sandy menoleh kearah istrinya. Tidak tahu apa yang harus dilakukan. Kini tangannya sudah berlumuran darah.

"Papaaaahhhhh............" Bu Rossa meringis kesakitan. "Iya mah,"' akhirnya Pa Sandy membawa Nada masuk ke mobilnya lalu istrinya.

****

Berjam-jam Pa Sandy menunggu. Menunggu kepastian. Kepastian hidup dan mati.

Hari telah berganti.

00.21 WIB

Dokter yang menangani Bu Rossa keluar.

"Dokter? Bagaimana keadaan istri saya, dok? Bagaimana dengan anak saya?"
"Alhamdulillah pak. Bu Rossa dan anaknya selamat. Dan selamat juga anak bapak perempuan." Dokter itu tersenyum. "Alhamdulillah..bolehkah saya masuk dok?"
"Oh silahkan pak silahkan,"

Pa Sandy memasuki ruang UGD.

"Mamah," Pa Sandy langsung menggenggam tangan istrinya.
"Pah,"
"Alhamdulillah mamah selamat."
"Iya pah,"
"Anak kita perempuan mah, perempuan. Cantik sekali seperti Nada,"
Bu Rossa terkejut.
"Pah Nada gimana Pah?! Nada baik-baik aja kan?"

Seketika suasana hening.

"Mah, Nada udah gaada mah. Nada ga berhasil di selamatkan. Nada meninggal jam 11 lewat 05 tadi" Pa Sandy menundukkan kepalanya.
"Engga! Gamungkin! Papah pasti boong! Nada ga mungkin meninggal kan Pah?! GAMUNGKIN!!!!!!!!!!!!!" Bu Rossa sangat terkejut mendengar berita buruk tersebut.

Pemakaman Nada dilaksanakan pada pagi harinya.

****

"Ya gitulah, Ra. Gue lahir, Kakak gue malah meninggal. Kelahiran gue sama kematian kakak gue cuma beda beberapa jam doang. Gue sedih, Ra." Aku meneteskan air mata. "Ya ampun De, jadi nama lo itu dikasih kakak lo? Dan nama Nada iu diambil buat mengenang kakak lo? Terus Dede juga karena kakak lo selalu nyebutin lo itu Dede?"

"Begitulah Ra. Dan hari ini ulang tahun dia. Gue pengen banget Ra ketemu sama dia. Kakak yang udah jadi malaikat penolong gue. Dia rela mati demi gue. Padahal harusnya sekarang dia udah lulus kuliah kali ya," aku mengusap air mata ku.

"Sabar, De. Ini udah takdir. Gabisa diubah lagi. Gue yakin kok De, kakak lo pasti lagi senyum sama lo walaupun di alam yang berbeda." Rara mengusap punggungku.

"Iya, Ra. Gue harus bisa lebih dari dia. Biar orang tua gue ga sedih lagi....."

*THE END*




Minggu, 27 November 2011

autotext bb

(―˛―“)
~(‘▽’~) (~’▽’)~
(~‾ ▽‾)~
‎​(⌣_ ⌣!!)
(˘⌣˘)ε˘`)
(˘ з ˘)
(¬_ ¬)
(¬_¬”)
(¯―¯٥)
( ‾_‾ )
(―˛―“)
(‾(••)‾)
Σ( ° △ °|||)?
(•”̮ •)з
ˆ⌣ˆ
•”̮•
\(´▽`)/ \(´▽`)/ \(´▽`)/
°\(^▼^)/°
(⌣́_⌣̀)
(˘_˘”)
(♥θ♥)
ƪ(―˛―“)ʃ
(•‾ε‾•)
( ^_^)-c<(T_T) *cubit*
(ˇ▽ˇ)-c̯┌┐<)
(-̩̩̩-͡ ̗–̩̩̩͡ )
‎​(-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩___-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩)
(∏ ω ∏)
(¬˛¬”)
‎​( ° -`ω´-)
Ε(.⌣__⌣.)з
( ¯^¯)
‎​('ω')
\('O'\) (/'.')/ \('O'\)



( ̄▽ ̄)ノ
(¬_¬)ノ*(>˛<)
Щ(ºДºщ)
٩(×̯×)۶
(˘̩̩̩ – ˘̩̩̩) (˘̩̩̩o˘̩̩̩ƪ) ​(˘̩̩̩^˘̩̩̩ )
‎​(_ _ ✗)

(•͡˘˛˘ •͡)┌П┐
(ˇ▼ˇ)-c<ˇ_ˇ)
(ˇ▽ˇ)-c:) (•̯͡.•̯͡)
‎​(◑﹏◐)
(¬_¬)
‎​(“•˘З˘•)
‎ƪ(‾‾“)ʃ
(︶︿︶)
‎​ƪ(﹏)ʃ
(―˛―“)
~(‘▽’~) (~’▽’)~
(~‾ ▽‾)~
‎​(⌣_ ⌣!!)
(˘⌣˘)ε˘`)
(˘ з ˘)
(¬_ ¬)
(¬_¬”)
(¯―¯٥)
( ‾_‾ )
(―˛―“)
(‾(••)‾)
Σ( ° △ °|||)?
(•”̮ •)з
ˆ⌣ˆ
•”̮•
\(´▽`)/ \(´▽`)/ \(´▽`)/
°\(^▼^)/°
(⌣́_⌣̀)
(˘_˘”)
(♥θ♥)
ƪ(―˛―“)ʃ
(•‾ε‾•)
( ^_^)-c<(T_T) *cubit*
(ˇ▽ˇ)-c̯┌┐<)
(-̩̩̩-͡ ̗–̩̩̩͡ )
‎​(-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩___-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩)
(∏ ω ∏)
(¬˛¬”)
‎​( ° -`ω´-)
Ε(.⌣__⌣.)з
( ¯^¯)
‎​('ω')
(╯‵□′)╯”"┻━┻☆(>○<)
(҂ `з´ ).︻╦̵̵̿╤── (°▽|°||l)ː̖́
┐(‘⌣’┐) (┌’⌣’)┌ ┐(‘⌣’┐) (┌’⌣’)┌
\(/// ,‾)/ ¬–(`ε ´ ҂)
(” `з´ )_,/”(>_)
\(‾o‾ \) ~ ~ ~ ː̗̀◄—{>,( `ε´ >) =3
( (٥ ˘з˘)~__ː̗̀/
(´з(˘⌣˘)
(˘⌣˘)ε˘`)
(-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩_-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩)
(˘ʃƪ˘)
Ơ̴̴̴̴̴̴͡.̮Ơ̴͡ Ơ̴̴̴̴̴̴͡.̮Ơ̴͡
*\(^.^)/*
ƪ(‾ε‾“)ʃ *
(ړײ)
(ɔ ˘⌣˘)˘⌣˘ c)
♥ (`˘3ε˘`) ♥
(╭ ̄3 ̄)╭♡
(ʃ´ټ`)ʃ
(˘﹏˘“ )
ƪ(´˛`“)┐
Ψ(`∇´)ψ
( ◦˘ з˘(◦'ںˉ◦)
ılıll
( •╰˛╯• )
\(´▽`)/
(⌣́_⌣̀)
( ‾▿‾)-σ•
(•˘,˘) (˘,˘•)
(¬-̮¬)_┌┛
(/‾▿‾)/ \(‾▿‾\)
*\(•ˆ⌣ˆ​​​​•)/*
(ɔ ˘⌣˘)˘⌣˘ c)
(¯―¯٥)
(˘̩̩̩~˘̩̩̩ƪ)
(⌣́_⌣̀”)
(•˘⌣˘•)˘ε˘•)
(˘_˘”)
(╥﹏╥)
(~˘▽˘)~
(¬_¬”)
┌(_o_)┐
(☉_☉)
ƪ(˘⌣˘ƪ) (ʃ˘⌣˘)ʃ
(っ’з’)っ(˘ε˘`)
ƪ(˘⌣˘)┐ ƪ(˘⌣˘)ʃ ┌(˘⌣˘)ʃ
(´・_・`)
ƪ(˘⌣˘)┐
ƪ(`▽΄)ʃ
\(ˆ ▾ ˆ)/
(つ_-”)
ƪ(˘⌣˘)ʃ
ƪ(˘ε˘)ʃ
└(˘ε˘)┐
ƪ(¯ε¯”)ʃ
(˘ڡ˘)
(˘⌣˘)ε˘`)
┐(‘⌣’┐) (┌’⌣’)┌
(っˆヮˆ)っ
(ʃƪ˘ڡ˘)
( ˘ з˘)~♡
♓ά♓ά….♓ά♓ά♓ά….♓ά♓ά….
Please..Wait..I am
Loading my self in your Heart
♥ ♥ ♥♥ ♥ ♥♥ ♥ ♥♥ ♥ ♥♥ ♥ ♥
Loading. . .
█ 1%
██ 10%
███ 20%
████ 30%
█████ 40%
██████ 50%
███████ 60%
████████ 70%
█████████ 80 %
██████████ 90%
Loading . . .
████████████100% Successful
Ήέέ •• Ήέέ •• Ήέέ ••
(‾⌣‾)
(︶︹︺)
╔═══╗ ♪
║███║ ♫
║ (●) ║♫
╚═══╝♪♪
(⌣_ ⌣!!)
(-_-٥)
(¬-̮¬)
(˘ڡ˘)
(ヽ `д´)ヽ`д´)ヽ`д´)/ Aaaaa!!
(•̃┌┐•̃’l)
Ơ̴̴̴̴͡.̮Ơ̴̴̴̴͡
O̷̴̷̴̐ﻬO̷̴̷̴̐
ƪ(⌣́_⌣̀”)ʃ
ƪ(˘⌣˘)┐ ƪ(˘⌣˘)ʃ ┌(˘⌣˘)ʃ
(✖╭╮✖)
(►﹏◄✗)
╰(◣﹏◢)╯
( ⌣́_⌣̀ )
‎​(“▔□▔)/
(●ⁿ⌣ⁿ●)づ
(‾̴̴͡͡• ‾̴̴͡͡)
‎​(˘̩̩̩o˘̩ƪ)
(ʃˇ̩̩^ˇ̩̩ƪ)
‎​​​(•͡˘ε˘ •͡“)
(∏ ω ∏)
(-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩___-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩)
╭(′▽`)╯
\(#`⌂´)/┌┛*(☆,✗)
°•(>̯┌┐<)•°
(っˆヮˆ)っ
‎​( ° ¬ ° )
( ◦˘ з(◦'ںˉ◦)~♡
(づ ̄ ³ ̄)づ
(˘ﻬ˘)
ƪ(‾ε‾“)ʃ
(´ω`)
♉( ̄▿ ̄)♉
ƪ_(☉▿▿▿▿▿▿☉)_ʃ
(ʃ⌣ƪ)

(¬ _ ¬")
("°͡o°)͡
(°ロ°")
(♥̃͡o♥̃͡)
(♥͡ε♥͡)
(≧╭╮≦)
‎​(☉ε☉٥)
~(˘▽˘~)(~˘▽˘)~
•╮(⌒ヮ⌒)╭•
ミ★(*^▽゚)★彡
(σ‾_‾)-σ
┒(‘o’┒) (┌’,'┐) ┒(⌣˛⌣)┎
( ‘⌣’)人(‘⌣’ )
(‾▽‾)♉
(ʃ⌂ƪ)
( ̄ー ̄)
diam (•̯͡.•̯͡)
joget ┐(‘⌣’┐) (┌’⌣’)┌
unyu (>̯͡⌣<͡)
memelas (⌣́_⌣̀)\('́⌣'̀ )
Ngenes Щ(ºДºщ)
Ngenes juga Щ(º̩̩́Дº̩̩̀Щ)
Senyum sinis (¬-̮¬)
spaneng (ҩ _Ҩ)
Nangis (˘̩̩̩^˘̩̩̩)
Cubit (ˇ▼ˇ)-C<ˇ▽ˇ)‎​
Maluw (ʃ⌣ƪ)
Whatdepak (‾▿‾҂)ҧ
Hoaaam ƪ(´O`)┐
Whuss (¬˛ ¬”)
Gueeehh Ơ̴̴̴̴̴̴͡
(“•˘з˘•)
(‾~‾“)
(づ ̄ ³ ̄)づ
ƪ(ˇOˇ’!l)​‎ʃ
◎( ̄^ ̄)====◎)>_<”)
​(˘⌣˘)ε˘`)
( ^_^)-c̯┌┐<)•°
​»‎​O:) ∙◦•◦ѕωзεт dяεαм◦•◦∙O:)
ωεω
ƪ(´O`)┐ Ήººªªaм◦•◦∙ ηGªTǜk
•.•´ ●/ /▌ / \ SYMBOLS : ☺ ♥ ♠ ☤ ☑ ☥ ✵ ☹ ♪ ♀ ✩ ✉ ☠ ✔ ♂ ✇ ✖ ☁ ✌ ♛ ❁ ♖ ✽ ✝ ☪ ☂ ♝ ✏ ❀ ✍ ✂ ☭ ☮ ✿ ✺ ☃ ☼ ✾ ☯ ☾ ☝ ☛ ♞ ☚ ♘ ☄ ☟ ♟
•*´¨*•.¸¸.•*´¨*•.¸¸.•*´¨*•.¸¸.•*´¨*•.¸¸.•
::: (\_(\ …*…*…*…*…*…*…*…*…*…*…*…*
*: (=’ :’) :::::::: •♥• You Are Only Mine •♥• :::::::::::*
•.. (,(”)(”)¤…*…*…*…*…*…*…*…*…*…*…*
¸.•*´¨*•.¸¸.•*´¨*•.¸¸.•*´¨*•.¸¸.•*´¨*•.¸
SYMBOL :
z ʎ x ʍ ʌ u ʇ s ɹ q p o u ɯ ן ʞ ɾ ı ɥp ƃ ɟ ǝ p ɔ q ɐ
α в ¢ ∂ є f g ∂н ι נ к ℓ м и σ ρ q я ѕ т υ ν ω χ у z
Ă β Č Ď Ĕ Ŧ Ğ ĎĤ Ĩ Ĵ Ķ Ĺ М Ń Ő Р Q Ŕ Ś Ť Ú V Ŵ Ж Ŷ Ź
ค ๒ ς ๔ є Ŧ ﻮ ๔ђ เ ן к l ๓ ภ ๏ ק ợ г ร t ย ש ฬ ץ א z
∆ ๒ ς ∂ ∑ モ б ∂サ ⅰ ノ к レ ㎡ и ◊ ㄕ q Я ㄅ ₮ ㄩ √ ῳ ㄚ z
a в c d e ғ g dн ι j ĸ l м n o p q r ѕ т υ v w х y z
α в с ḋ ε ƒ ģ ḋh ï ј ќ l ṃ ṉ ø ρ σ ɾ ṡ τ υ ṿ ώ χ ÿ ʐ
α в c d є f g dh í j k l m n σ p q r s t u v w х ч z
α β γ δ ε ζ η δθ j ι κ λ μ ν ο π ρ ς σ τ υ φ ω χ ψ
Symbol 'N Signs
ARABIC :
א ב ג ד ה ו ז ח ט י ך כ ל ם מ ן נ ס ע ף פ ץ צ ק ר ש ת ׫ ׬ ׭ ׮ ׯ װ ױ ײ ؟ ؠ ء آ أ ؤ إ ئ ا ب ة ت ث ج ح خ د ذ ر ز س ش ص ض ط ظ ع غ ػ ؼ ؽ ؾ ؿ ـ ف ق ك ل م ن ه و ى ي ً ٌ ٍ َ ُ ِ ّ ْ ٓ ٔ ٕ ٖ ٗ ٘ ٙ ٚ ٛ ٜ ٝ ٞ ٟ ٠ ١ ٢ ٣ ٤ ٥ ٦ ٧ ٨ ٩ ٪ ٫ ٬ ٭ ٮ ٯ ٰ ٱ ٲ ٳ ٴ ٵ ٶ ٷ ٸ ٹ ٺ ٻ ټ ٽ پ ٿ ڀ ځ ڂ ڃ ڄ څ چ ڇ ڈ ډ ڊ ڋ ڌ ڍ ڎ ڏ ڐ ڑ ڒ ړ ڔ ڕ ږ ڗ ژ ڙ ښ ڛ ڜ ڝ ڞ ڟ ڠ ڡ ڢ ڣ ڤ ڥ ڦ ڧ ڨ ک ڪ ګ ڬ ڭ ڮ گ ڰ ڱ ڲ ڳ ڴ ڵ ڶ ڷ ڸ ڹ ں ڻ ڼ ڽ ھ ڿ ۀ ہ ۂ ۃ ۄ ۅ ۆ ۇ ۈ ۉ ۊ ۋ ی ۍ ێ ۏ ې ۑ ے ۓ ۔ ە ۖ ۗ ۘ ۙ ۚ ۛ ۜ ۝ ۞ ۟ ۠ ۡ ۢ ۣ ۤ ۥ ۦ ۧ ۨ ۩ ۪ ۫ ۬ ۭ ۮ ۯ ۰ ۱ ۲ ۳ ۴ ۵ ۶ ۷ ۸
ACCENTS :
ƒ „ … † ‡ ˆ ‰ Š ‹ Œ � Ž � � ' ' " " • – — ˜ ™ š › œ � ž Ÿ ¡ ¢ £ ¤ ¥ ¦ § ¨ © ª « ¬ * ® ¯ ° ± ² ³ ´ µ ¶ • ¸ ¹ º » ¼ ½ ¾ ¿ À Á Â Ã Ä Å Æ Ç È É Ê Ë Ì Í Î Ï Ð Ñ Ò Ó Ô Õ Ö × Ø Ù Ú Û Ü Ý Þ ß à á â ã ä å æ ç è é ê ë ì í î ï ð ñ ò ó ô õ ö ÷ ø ù ú û ü ý þ ÿ Ā ā Ă ă Ą ą Ć ć Ĉ ĉ Ċ ċ Č č Ď ď Đ đ Ē ē Ĕ ĕ Ė ė Ę ę Ě ě Ĝ ĝ Ğ ğ Ġ ġ Ģ ģ Ĥ ĥ Ħ ħ Ĩ ĩ Ī ī Ĭ ĭ Į į İ ı IJ ij Ĵ ĵ Ķ ķ ĸ Ĺ ĺ Ļ ļ Ľ ľ Ŀ ŀ Ł ł Ń ń Ņ ņ Ň ň ʼn Ŋ ŋ Ō ō Ŏ ŏ Ő ő Œ œ Ŕ ŕ Ŗ ŗ Ř ř Ś ś Ŝ ŝ Ş ş Š š Ţ ţ Ť ť Ŧ ŧ Ũ ũ Ū ū Ŭ ŭ Ů ů Ű ű Ų ų Ŵ ŵ Ŷ ŷ Ÿ Ź ź Ż ż Ž ž
GREEK :
Ά · Έ Ή Ί ΋ Ό ΍ Ύ Ώ ΐ Α Β Γ Δ Ε Ζ Η Θ Ι Κ Λ Μ Ν Ξ Ο Π Ρ ΢ Σ Τ Υ Φ Χ Ψ Ω Ϊ Ϋ ά έ ή ί ΰ α β γ δ ε ζ η θ ι κ λ μ ν ξ ο π ρ ς σ τ υ φ χ ψ ω ϊ ϋ ό ύ
RUSSIAN :
Ё Ђ Ѓ Є Ѕ І Ї Ј Љ Њ Ћ Ќ Ѝ Ў Џ А Б В Г Д Е Ж З И Й К Л М Н О П Р С Т У Ф Х Ц Ч Ш Щ Ъ Ы Ь Э Ю Я а б в г д е ж з и й к л м н о п р с т у ф х ц ч ш щ ъ ы ь э ю я ѐ ё ђ ѓ є ѕ і ї ј љ њ ћ ќ ѝ ў
DOTS :
ְ ֱ ֲ ֳ ִ ֵ ֶ ַ ָ ֹ ֺ ֻ ּ ֽ ־ ֿ ׀ ׁ ׂ
CAMBODIAN :
ก ข ฃ ค ฅ ฆ ง จ ฉ ช ซ ฌ ญ ฎ ฏ ฐ ฑ ฒ ณ ด ต ถ ท ธ น บ ป ผ ฝ พ ฟ ภ ม ย ร ฤ ล ฦ ว ศ ษ ส ห ฬ อ ฮ ฯ ะ ั า ำ ิ ี ึ ื ุ ู ฺ ฻ ฼ ฽ ฾ ฿ เ แ โ ใ ไ ๅ ๆ ็ ่ ้ ๊ ๋ ์ ํ ๎ ๏ ๐ ๑ ๒ ๓ ๔ ๕ ๖ ๗ ๘ ๙ ๚
OTHERS :
! " # $ % & ' ( ) * + , – . / 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 : ; ? @ A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z [ \ ] ^ _ ` a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z { | } ~  € � ‚ ƒ „ … † ‡ ˆ ‰ Š ‹ Œ � Ž � � ‘ ‘ ” ” • – — ˜ ™ š › œ � ž Ÿ ¡ ¢ £ ¤ ¥ ¦ § ¨ © ª « ¬ * ® ¯ ° ± ² ³ ´ µ ¶ • ¸ ¹ º » ¼ ½ ¾ ¿ À Á Â Ã Ä Å Æ Ç È É Ê Ë Ì Í Î Ï Ð Ñ Ò Ó Ô Õ Ö × Ø Ù Ú Û Ü Ý Þ ß à á â ã ä å æ ç è é ê ë ì í î ï ð ñ ò ó ô õ ö ÷ ø ù ú û ü ý þ ÿ Ā ā Ă ă Ą ą Ć ć Ĉ ĉ Ċ ċ Č č Ď ď Đ đ Ē ē Ĕ ĕ Ė ė Ę ę Ě ě Ĝ ĝ Ğ ğ Ġ ġ Ģ ģ Ĥ ĥ Ħ ħ Ĩ ĩ Ī ī Ĭ ĭ Į į İ ı IJ ij Ĵ ĵ Ķ ķ ĸ Ĺ ĺ Ļ ļ Ľ ľ Ŀ ŀ Ł ł Ń ń Ņ ņ Ň ň ʼn Ŋ ŋ Ō ō Ŏ ŏ Ő ő Œ œ Ŕ ŕ Ŗ ŗ Ř ř Ś ś Ŝ ŝ Ş ş Š š Ţ ţ Ť ť Ŧ ŧ Ũ ũ Ū ū Ŭ ŭ Ů ů Ű ű Ų ų Ŵ ŵ Ŷ ŷ Ÿ Ź ź Ż ż Ž ž ſ ƀ Ɓ Ƃ ƃ Ƅ ƅ Ɔ Ƈ ƈ Ɖ Ɗ Ƌ ƌ ƍ Ǝ Ə Ɛ Ƒ ƒ Ɠ Ɣ ƕ Ɩ Ɨ Ƙ ƙ ƚ ƛ Ɯ Ɲ ƞ Ɵ Ơ ơ Ƣ ƣ Ƥ ƥ Ʀ Ƨ ƨ Ʃ ƪ ƫ Ƭ ƭ Ʈ Ư ư Ʊ Ʋ Ƴ ƴ Ƶ ƶ Ʒ Ƹ ƹ ƺ ƻ Ƽ ƽ ƾ ƿ ǀ ǁ ǂ ǃ DŽ Dž dž LJ Lj lj NJ Nj nj Ǎ ǎ Ǐ ǐ Ǒ ǒ Ǔ ǔ Ǖ ǖ Ǘ ǘ Ǚ ǚ Ǜ ǜ ǝ Ǟ ǟ Ǡ ǡ Ǣ ǣ Ǥ ǥ Ǧ ǧ Ǩ ǩ Ǫ ǫ Ǭ ǭ Ǯ ǯ ǰ DZ Dz dz Ǵ ǵ Ƕ Ƿ Ǹ ǹ Ǻ ǻ Ǽ ǽ Ǿ ǿ Ȁ ȁ Ȃ ȃ Ȅ ȅ Ȇ ȇ Ȉ ȉ Ȋ ȋ Ȍ ȍ Ȏ ȏ Ȑ ȑ Ȓ ȓ Ȕ ȕ Ȗ ȗ Ș ș Ț ț Ȝ ȝ Ȟ ȟ Ƞ ȡ Ȣ ȣ Ȥ ȥ Ȧ ȧ Ȩ ȩ Ȫ ȫ Ȭ ȭ Ȯ ȯ Ȱ ȱ Ȳ ȳ ɑ ɒ ɓ ɔ ɕ ɖ ɗ ɘ ə ɚ ɛ ɜ ɝ ɞ ɟ ɠ ɡ ɢ ɣ ɤ ɥ ɦ ɧ ɨ ɩ ɪ ɫ ɬ ɭ ɮ ɯ ɰ ɱ ɲ ɳ ɴ ɵ ɶ ɷ ɸ ɹ ɺ ɻ ɼ ɽ ɾ ɿ ʀ ʁ ʂ ʃ ʄ ʅ ʆ ʇ ʈ ʉ ʊ ʋ ʌ ʍ ʎ ʏ ʐ ʑ ʒ ʓ ʔ ʕ ʖ ʗ ʘ ʙ ʚ ʛ ʜ ʝ ʞ ʟ ʠ ʡ ʢ ʣ ʤ ʥ ʦ ʧ ʨ ʩ ʪ ʫ ʬ ʭ ʮ ʯ ʰ ʱ ʲ ʳ ʴ ʵ ʶ ʷ ʸ ʹ ʺ ʻ ʼ ʽ ʾ ʿ ˀ ˁ ˂ ˃ ˄ ˅ ˆ ˇ ˈ ˉ ˊ ˋ ˌ ˍ ˎ ˏ ː ˑ ˒ ˓ ˔ ˕ ˖ ˗ ˘ ˙ ˚ ˛ ˜ ˝ ˞ ˟ ˠ ˡ ˢ ˣ ˤ ˥ ˦ ˧ ˨ ˩ Ա Բ Գ Դ Ե Զ Է Ը Թ Ժ Ի Լ Խ Ծ Կ Հ Ձ Ղ Ճ Մ Յ Ն Շ Ո Չ Պ Ջ Ռ Ս Վ Տ Ր Ց Ւ Փ Ք Օ Ֆ ՗ ՘ ՙ ՚ ՛ ՜ ՝ ՞ ՟ ՠ ա բ գ դ ե զ է ը թ ժ ի լ խ ծ կ հ ձ ղ ճ մ յ ն շ ո չ պ ջ ռ ս վ տ ր ց ւ փ ք օ ֆ և ֈ ։ ן נ ס ע ף פ ץ צ ק ר ש ת ׫ ׬ ׭ ׮ ૥ ૦ ૧ ૨ ૩ ૪ ૫ ૬ ૭ ૮ ૯ ൠ ൡ ൢ ൣ ൤ ൥ ൦ ൧ ൨ ൩ ൪ ൫ ൬ ൭ ൮ ก ข ฃ ค ฅ ฆ ง จ ฉ ช ซ ฌ ญ ฎ ฏ ฐ ฑ ฒ ณ ด ต ถ ท ธ น บ ป ผ ฝ พ ฟ ภ ม ย ร ฤ ล ฦ ว ศ ษ ส ห ฬ อ ฮ ฯ ะ ั า ำ ิ ี ึ ื ุ ู ฺ ฻ ฼ ฽ ฾ ฿ เ แ โ ใ ไ ๅ ๆ ็ ่ ้ ๊ ๋ ์ ํ ๎ ๏ ๐ ๑ ๒ ๓ ๔ ๕ ๖ ๗ ๘ ๙ ๚ ა ბ გ დ ე ვ ზ თ ი კ ლ მ ნ ო პ ჟ რ ს ტ უ ფ ქ ღ ყ შ ჩ ც ძ წ ჭ ხ ჯ ჰ ჱ ჲ ჳ ჴ ჵ ჶ ჷ ჸ ჹ ჺ ჻ ჼ ჽ ჾ ჿ ᄀ ᄁ ᄂ ᄃ ᄄ ᄅ ᄆ ᄇ ᄈ ᄉ ᄊ ᄋ ᄌ ᄍ ᄎ ᄏ ᄐ ᄑ ᄒ ᄓ ᄔ ᄕ ᄖ ᄗ ᄘ ᄙ ᄚ ᄛ ᄜ ᄝ ᄞ ᄟ ᄠ ᄡ ᄢ ᄣ ᄤ ᄥ ᄦ ᄧ ᄨ ᄩ ᄪ ᄫ ᄬ ᄭ ᄮ ᄯ ᄰ ᄱ ᄲ ᄳ ᄴ ᄵ ᄶ ᄷ ᄸ ᄹ ᄺ ᄻ ᄼ ᄽ ᄾ ᄿ ᅀ ᅁ ᅂ ᅃ ᅄ ᅅ ᅆ ᅇ ᅈ ᅉ ᅊ ᅋ ᅌ ᅍ ᅎ ᅏ ᅐ ᅑ ᅒ ᅓ ᅔ ᅕ ᅖ ᅗ ᅘ ᅙ ᅚ ᅛ ᅜ ᅝ ᅞ ᅟ ᅠ ᅡ ᅢ ᅣ ᅤ ᅥ ᅦ ᅧ ᅨ ᅩ ᅪ ᅫ ᅬ ᅭ ᅮ ᅯ ᅰ ᅱ ᅲ ᅳ ᅴ ᅵ ᅶ ᅷ ᅸ ᅹ ᅺ ᅻ ᅼ ᅽ ᅾ ᅿ ᆀ ᆁ ᆂ ᆃ ᆄ ᆅ ᆆ ᆇ ᆈ ᆉ ᆊ ᆋ ᆌ ᆍ ᆎ ᆏ ᆐ ᆑ ᆒ ᆓ ᆔ ᆕ ᆖ ᆗ ᆘ ᆙ ᆚ ᆛ ᆜ ᆝ ᆞ ᆟ ᆠ ᆡ ᆢ ᆣ ᆤ ᆥ ᆦ ᆧ ᆨ ᆩ ᆪ ᆫ ᆬ ᆭ ᆮ ᆯ ᆰ ᆱ ᆲ ᆳ ᆴ ᆵ ᆶ ᆷ ᆸ ᆹ ᆺ ᆻ ᆼ ᆽ ᆾ ᆿ ᇀ ᇁ ᇂ ᇃ ᇄ ᇅ ᇆ ᇇ ᇈ ᇉ ᇊ ᇋ ᇌ ᇍ ᇎ ᇏ ᇐ ᇑ ᇒ ᇓ ᇔ ᇕ ᇖ ᇗ ᇘ ᇙ ᇚ ᇛ ᇜ ᇝ ᇞ ᇟ ᇠ ᇡ ᇢ ᇣ ᇤ ᇥ ᇦ ᇧ ᇨ ᇩ ᇪ ᇫ ᇬ ᇭ ᇮ ᇯ ᇰ ᇱ ᇲ ᇳ ᇴ ᇵ ᇶ ᇷ ᇸ
Ƨ̲̣̣̥Ş̲̣̥Ƨ̲̣̥S̤̥̈̊ƨ̣̣̣̇̇̇̇Ƨ̷̜̩̌̋ υ̲̣̥μ̥ ρ̲̣̣̥ρ̥̥ρ̩̩̩̩̥ ε̲̣̣̣̥ǝ̩̥ǝ̥̥ǝ̩̩̩̥є̲̣̥є̲̣̣̣̥ǝ̍̍̍̍̊ я̲̣̥я̲̣̣̥я̣̣̥я̥я̩̥̊ ά̲̣̣̣̥ɑ̣̣̝̇̇Ώ̶̲̣̣̥Ω̴̩̩̩̥Ω̶̣̣̥̇̊ƌ̲̣̣̣̥α̩̩̩̩̥ά̲̣̥α̇̇̇ɑ̤̥̈̊α̣̣̥α̍̍̊α̇̇̇̊@̤̥̣̈̊̇ɑ̣̣̝̇̇ǎ̜̣̍ o̲̣̥O̲̣̣̥ό̲̣̣̣̥ø̲̣̣̥Ợ̥ợ̣̣̝̇̇̇ợ̣̣̇̇̇ọ̥
н̲̣̣̣̥H̲̣̣̣̥н̣̣̣̝̇̇̇ γ̲̣̣̥ÿ̲̣̣̣̥γ̥ B̲̣̣̣̥в̍̍̍̍̊β̣̣̥ß̍̍̊ м̤̣̲̣̥̈̇ṁ̭̥̈̅̄м̣̣̥̇̊м̲̣̣̥М̣̣̥̇̊M̲̣̣̣̥м̣̣̣̥ τ̲̣̣̥†̥†̥̥τ̣̣̥τ̩̩̥ к̲̣̣̥к̣̣̥κ̣̝̇
N̤̥̈̊и̣̣̣̥п̥̥и̣̣̣̣̥п̥̥̲̣̥п̥̥̲̣̣̣̥и̲̮̣̥̅̊п̲̣̣̥ Z̲̣̣̣̥z̲̣̥ Ǧ̩̥G̲̣̣̣̥ ɪ̣̝̇ι̥ȋ̝̊̅̄ı̣̣̣
•̵•̵̭̌-³-²-ƺ-5-¿-♐-♒-♋-♌-♎-☑-☀-⇆-☎-✆-✉-♊-Δ- ¦ – Ξ-♢-♤-™-♡- ♠-♣-♥͂-♥-♦-※-▲-△-▼-▽- №-•-◦”̮-☁-‡-☂-☃-☇-⌣-½-♧-»̶-☹-☺-ф-±-ƾ-▸-◂-♧-₪-”̮ – ▷ ²-°- ◁- εïз-˚̷-♥̸̨-™̸ ̮-♡̷̷̷̷̷̷̷ «æ Æ Œ ® © ™ ¿ ? ½ ¼ ¾ ¬ ¨ ¯ ‡ † ¦ ÷ ± § ¤ Þ þ۰•°•۰ – ☐ – ☑ – ☹ – ☺ – ♈ – ♉ – ♊ – ♋ – ♌ -♍ – ♎ – ♏ – ♐ – ♑ – ♒ -♓ – ♢ – ♤ – ♦ – ♧ -☇ ☀ -☁ – ☂ – ☃ ℠ ι נ ※°¹²³ → Ψ № ∑ ξ ζ ω ∏√ ∞ ≠ ^_^ = ≈
☂ ♒ ☃ ♥ ♡ ♥͡ ♡̷ ♡̨̐ ♡̷̴̬̩̃̊ ♣ ♧ ♠ ♤ ♦♢ ☎ ☀ ☀̤̣̈̇  ̸ ✆ ✉ ☑ ☹ ☺ ۵ ≈ 
☼ ☺ ☻ ■ □ ● ○ ← ↑ → ↓ ↔ ↕ ♠ ♣ ♥ ♦ ™ † ‡ № ∆ √ ∞ ♀ ♂ ♫ ▲ ► ▼ ◄
Symbol ‘N Signs
✿✿✿✿✿✿✿✿✿✿
❂❂❂❂❂❂❂❂❂❂
❣❣❣❣❣❣❣❣❣❣
❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤
✥✥✥✥✥✥✥✥✥✥
♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪
*.:。✿*゚゚・✿.。.:*
✿.。.:* *.:。.✿
¸,¤°´’°•.¸¸.•°´’°¤,¸
¸,ø¤º°`°º¤ø,¸
˜*•. ˜”*°•.˜”*°••°*”˜.•°*”˜ .•*˜
˜”*°•.****.•°*”˜
゚+。☆*゜+。.。:.*.゚ ゚¨゚゚・*:..。o○☆゚+。
•.¸¸.•´¯•.♥.•´¯•.¸¸.•.
(¯*•.¸,¤°´°¤,¸.•*´¯)
*☆⌒Y⌒Y⌒Y⌒☆*
゜Y⌒Y。+゚☆゚+。Y⌒Y゜
(̅_̅_̅_̅(̅_̅_̅_̅_̅_̅_̅_̅_̅̅_̅()ڪے~ ~
܀܀܀܀܀܀܀܀܀܀܀܀܀܀܀܀܀܀܀܀
Orang :
웃 유
☺ ☻
Love :



[̲̅ə̲̅٨̲̅٥̲̅٦̲̅]
Rumah dan Pohon :
*̡͌l̡*̡̡ ̴̡ı̴̴̡ ̡̡͡|̲̲̲͡͡͡ ̲▫̲͡ ̲̲̲͡͡π̲̲͡͡ ̲̲͡▫̲̲͡͡ ̲|̡̡̡ ̡
Melody :
♫ ♪ ♪ ♫ ♩ ♬ ♭ ♮ ♯
Gunting :
✁ ✂ ✄
Gender :
♂ ♀
Tangan :
☚ ☛ ☜ ☝ ☞ ☟
Symbol Agama :
ﷲ ☯ ✡ ☨ ✞ ✝ ☮ ☥ ☦ ☧ ☩ ☪ ☫ ☬ ☭ ✌
Cuaca :
☼ ☀ ☁ ☂ ☃ ☄ ☾ ☽ ❄
Kupu” :
Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ
Kepiting :
Bintang :
✡ ✪ ✯ ✰ ✱ ✲ ✴ ✵ ✶
✻ ✼ ✽ ✾ ✿ ❀ ❁ ❂ ☆
❄ ❆ ❇ ❈ ❊ ❋ ❖ ❃ ★
Salju :
۪۫۰۪۫۰۪۫
Others :
✆ ✉ ✈ ☣ ☿ ♀ ♁ ♂ ♃ ♄ ♅ ♆ ♇ ♈ ♉ ♊ ♋ ♌ ♍ ♎ ♏ ♐ ♑ ♒ ♓
¤gσσ∂ ηιgнт & ѕωєєт ∂яєαмѕ¤
…………z Z
………z Z z
(“)_(“)_.-”"-.,
_ _; -._, `)_
( o_, )__)-._)
●๋•ソσυ’νє gσт мαηソ вιg яєαѕσηѕ тσ ℓσσк υρ тσ Gσ∂ αη∂ ѕαソ тнαηкѕ тσηιgнт●๋•
CAR :
……………___@@@___
……____//_____Ø___\\_____
—-,o—– átí átí dí jáláń.. –@)
——–(@)=========(@)-
●๋•ѕℓαℓυ gυηαкαη ѕαвυк ρєηgαмαη●๋•
Good Morning :
▒g☼☼ற ๓☼яη♪ηg ๓Ψ ற€汉я Ŧя♪€ηற๏๏▒
::: (\_(\
*: (=’ :’)
•.. (,(“)(“)¤°.¸¸.•´¯`» ミ★тнє ѕυη яιѕєѕ ιηтσ тнє ѕкソ тнє ѕυη яιѕєѕ ιηтσ тнє ѕкソ ωιтн тнє ωαямєѕт ѕмιℓє, нє ωιѕнєѕ ソσυ α gσσ∂ мσяηιηg, нσριηg тнαт ソσυ нανє тнє ρєяƒє¢т ∂αソ. тαкє ¢αяє & мιѕѕ ソσυ..★彡
Auto Text Tulisan Arab:
اَللّهُ
(amin)
آمِيـنَ

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
(Assalamu ‘alaikum Wr. Wb)
وَعَلَيْكُمْ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ
وَبَرَكَاتُهُ
(Wa ‘alaikum salam Wr. Wb)
وَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
(Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.)
اَهْلاًوَسَهْلاً
(ahlan wa sahlan)
اَللّهُ اَكْبَرُ
(Allahu Akbar)
اَلْحَمْدُلِلّهِ
(Alhamdulillah)
اَللّهُ
(Allah)
آمِّينَ
(amin)
اَسْتَغْفِرُ اَللّهَ
(Astaghfirullah)
بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
(Bismillahirrahmanirrahim)
بَارَكَ اللّهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرِ
(Do’a untuk Pengantin)
حَلاَلً
(halal)
حَرَمً
(haram)
اِنّا لِلّهِ وَاِنّا اِلَيْهِ رَجِعُوْنَ
(innalillahi wa inna ilaihi raaji’uun)
اِ نْ شَآ ءَ اللّهُ
(insya Allah)
جَزَاكَ اللّهُ (jazakallah)جَزَاكِ اللّهُ
(jazakillah)
جَزَاكُمُ اللّهُ
(jazakumullah)
لاَ هَوْلَ وَلاَ قُوَّتَ اِلاَّبِاللّهِ
(laa haula wa laa quwwata illa billah)
لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللّهُ
(laa ilaaha illallah)
مَاشَآءَاللّهُ
(masya Allah)
سُبْحَانَ اللّهُ
(subhanallah)
اَللّهُ اَكْبَرُ، اَللّهُ اَكْبَرُ، اَللّهُ اَكْبَرُ، لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللّهُ اَللّهُ اَكْبَرُ، اَللّهُ اَكْبَرُ، وَلِلّهِ الْحَمْدِ
(lafadz takbiran)
تَقَبَّلَ اللّهُ مِنَّ وَ مِنْكُمْ
(taqabalallahu minna wa minkum)
تَقَبَّلْ يَا كَرِيْمُ
(taqabal ya kariim)
وَ اِيَّكُمْ
(wa iyyakum)
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
(penutup ceramah)
(┎’o')┎ elo, gw (┌’,'┐), end ┐(ˇ_ˇ)┌
(ˇ▽ˇ)-c<ˇoˇ)
(; ・_・)―――C<―_-) *jewer!!
(っ˘зε˘`)
( '⌣')人('⌣' )
(⌣́_⌣̀) ☑ ☺ ☹ (っ’з’)っ Ơ̴̴̴̴̴̴͡.̮Ơ̴̴͡ >̴̴̴̴̴͡.̮Ơ̴͡‎ ♥͡.̮♥͡ (♒˙⌣˙♒) ː̗̀(☉.☉)ː̖́
(•̯͡.•̯͡) ♡ (•̃,•̃”) (•̃͡-̮•̃͡) (•̃͡-̮•̃͡) (•͡ε˘ •͡) (•͡˛˘•͡ )
(•͡˘˛˘ •͡) (•͡˘o˘ •͡) (•͡. •͡) (*̯͡.*̯͡) (•˘з˘•) (•˘˛˘ •)
(¬_¬”) (˘_˘”) ( ¬͡͡˛ ¬͡͡”) \(´▽` )/ (¯―¯٥)
(‎​◦ˇ зˇ)♡(ˇε ˇ◦) (˘⌣˘)ε˘`) ٩(-̮̮̃ -̃)۶ ٩(๏̯͡๏)۶
*\(ˆ⌣ˆ)/* \(^▽^)/ (⌣́_⌣̀) ~(◦’⌣’◦)~
┌П┐(▸_◂)┌П┐ ┌П┐[◣_◢]┌П┐ ┌(_▿_,,)┐‎ ╮(“╯_╰)╭
(-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩__-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩) (-̩̩̩-͡ ̗–̩̩̩͡ ) (-̩̩̩-̩̩̩_-̩̩̩-̩̩̩) ‎​(-̩̩̩-͡_ –̩̩̩͡)
ƪ(-̩̩̩-͡.̮–̩̩̩͡ƪ) ~(-̩̩̩-͡.̮–̩̩̩͡)~ (ʃ-̩̩̩-͡.̮–̩̩̩͡)ʃ (˘̩̩̩⌣˘̩̩̩ ) (•̩̩̩̩͡˛˘•̩̩̩̩͡)
ƪ(♥ε♥)ʃ ‎​ (♥͡⌣♥͡) ƪ(♥o♥)ʃ ƪ(♥▿♥)ʃ ƪ(^o^)ʃ
ƪ(‾ε‾“)ʃ ‎​ƪ(^ε^)ʃ ƪ(‾(••)‾”)ʃ ƪ(˘ڡ˘)ʃ
ƪ( •͡ε‾•͡)ʃ ƪ(˘⌣˘)┐ ƪ(˘⌣˘)ʃ ┌(˘⌣˘)ʃ
ƪ(‾.‾“)┐ ƪ(‾.‾ )ʃ ƪ(º˛º)ʃ ƪ(‘o’)ʃ ƪ(‾,‾“)ʃ
~(˘▿˘~) (~˘▿˘)~ (˘⌣˘) ƪ(♒^⌣ ^♒)ʃ
\(‾▿‾\)┌(_▿_)┐(/‾▿‾)/ (˘⌣˘) (✽ˆ‎​​​​⌣ˆ‎​​​​✽)
ƪ(˘⌣˘ƪ) ~(˘⌣˘~) ~(˘⌣˘)~ (~˘⌣˘)~ (ʃ˘⌣˘)ʃ
*~(˘⌣˘*~)ε˘`) ┐(˘▽˘ ┐) (┌’,'┐)
\(´▽`)/ o(¬ ¬”)–o *hakdesh
(ˇ▼ˇ)-c<ˇ_ˇ) (ړײ) \(‾▿‾)- -(‾▿‾)/ ( ◦˘ з˘(◦'ںˉ◦) mwaah